Monday, February 28, 2011

Masalah Pada Toddler

Pada postingan kali ini saya akan membahas tentang anak-anak, khususnya pada anak usia toddler. Toddler adalah masa antara usia 1 - 3 tahun. Usia toddler ini merupakan usia yang termasuk pada golden period dalam rentang kehidupan manusia. Maka dari itu, perhatian pada anak usia ini menjadi penting agar anak dapat berkembang sesuai dengan tugas tahapan perkembangannya. Jika anak dapat melewati tiap tugas dalam tahapan perkembangannya, mental anak akan menjadi matang dan akan sangat berpengaruh pada kehidupannya di masa dewasa bahkan lansia kelak. Pada masa toddler ini biasanya juga akan muncul 5 masalah utama yang akan dihadapi orang tua. Kelima masalah ini jika dapat dikenali dan diatasi dengan baik tentunya akan sangat membantu tahapan perkembangan anak sehingga anak akan tumbuh dengan optimal.

Kelima masalah pada anak usia toddler adalah Sibling Rivalry, Temper Tantrum, Negativistik, Toilet Training, dan Regresi. Sebelumnya saya pernah menulis tentang masalah-masalah ini di twitter sekarang saya akan menuliskannya di blog ini. Baiklah, mari kita bahas satu-persatu..

Sibling Rivalry
Persaingan antarsaudara kandung sangat mungkin terjadi pada anak yang jarak umurnya cukup dekat. Atau mungkin saja pada jarak umur yang lumayan jauh, tapi biasanya jarang terjadi. Salah satu contoh yang pernah saya dapat dari cerita orang tua seorang teman, jarak anak pertama dan anak kedua hanya berselisih sekitar 2 tahun. Hal ini menyebabkan sang kakak agak 'cemburu' dengan perhatian orang tua terhadap si adik, dimana pada seusianya (+/- 2 tahun) sangat membutuhkan perhatian dari orang tua. Hingga pada suatu hari sang kakak pernah menarik selimut dimana di atas selimut tersebut adiknya sedang tertidur. Sudah tahu kan apa yang selanjutnya terjadi? Ya, si adik terjatuh. Hal seperti ini yang dikhawatirkan dari terjadinya sibling rivalry, terjadinya rasa persaingan antarsaudara yang dapat membuat anak melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak ia ingin lakukan.
Cara untuk menghindari terjadinya sibling rivalry dapat dilakukan dengan pengenalan sejak dini antara kakak dan adik yang akan lahir. Orang tua dapat mengikutsertakan anak mereka terhadap kehamilan yang sedang terjadi di dalam keluarga agar sang kakak merasa menjadi bagian dari hal ini. Sedikit demi sedikit si kakak dapat diajarkan tanggung jawab yang akan ia terima kelak ketika si adik lahir. Intinya, perkenalan sejak dini antara kakak dan adik.

Temper Tantrum
Temper tantrum merupakan bentuk perasaan marah pada anak. Pada anak yang tantrum biasanya mereka akan berteriak-teriak, menendang, atau berguling-guling tanpa menghiraukan keadaan sekitarnya. Tentu kita pernah melihat hal semacam ini di pusat perbelanjaan dimana si anak menangis berteriak-teriak, berguling-guling karena menginginkan sesuatu yang tidak dapat dipenuhi oleh orang tuanya. Atau mungkin kita pernah mengalaminya sendiri. Temper tantrum terjadi karena anak-anak masih belum mengenal cara untuk mengendalikan emosi mereka. Jika setiap tantrum lalu keinginan mereka diikuti, hal ini akan menjadi semacam kebiasaan pada anak. Nantinya mereka akan berpikir "Oh, kalau saya teriak keinginan saya pasti terpenuhi". Jadi, bukan dengan mengikuti keinginan si anak agar anak diam untuk menyelesaikan masalah 'ngambek' mereka ini.
Cara yang dapat ditempuh salah satunya adalah dengan membuat perjanjian kepada si anak sebelum bepergian ke luar rumah, atau ke tempat perbelanjaan. Misal, orang tua membuat perjanjian pada anak barang atau hal apa yang dapat mereka beli dan lakukan di tempat yang akan dituju dan berapa banyak. Hal ini sekaligus mengajarkan komitmen pada anak. Jika kemudian anak lupa akan janji tersebut, ingatkan anak dan tetap konsisten pada janji yang telah dibuat. Tentunya dengan cara yang baik dan tidak menyalahkan anak. Buatlah anak tenang dengan memeluknya dari belakang, berikanlah pelukan dan biarkan ia merasakan kasih sayang orang tuanya.

Negativistik
Pernahkah anda bertanya pada anak usia toddler kemudian hanya kata "tidak" yang mereka bisa jawab? Salah satu adik sepupu saya yang masih berusia toddler seperti itu. "Nggak" merupakan salah satu kata yang baru dikenal oleh toddler, hal ini menyebabkan anak usia toddler memang sering menggunakan kata ini. Selain itu, anak usia toddler masih berpusat pada dirinya sendiri atau egosentris. Hal ini mengakibatkan anak merasa memiliki kemampuan yang penuh atas dirinya sendiri. Jadi apapun yang orang tua atau orang lain tawarkan kepadanya buatlah seakan-akan berasal dari inisiatifnya sendiri.
Salah satu contoh yang diberikan oleh dosen saya misalnya..
Di rumahnya sang dosen memiliki anak yang masih berusia toddler dan usia sekolah. Jika waktu mandi tiba ibu dosen saya ini akan mengajukan pertanyaan yang sebenarnya menyuruh mereka mandi akan tetapi tentunya jika si anak toddler diberikan tawaran akan cenderung dijawab tidak. Dosen saya ini mensubstitusi suruhan mandinya dengan bertanya "Siapa yang mau mandi duluan?" Tentu saja dengan pola pikir egosentrisnya si anak toddler menjawab "Aku, Aku, Aku.." sedangkan anak yang lebih tua (yang mungkin sudah paham akan taktik ini) dengan senang hati menunjuk adiknya untuk mandi "Iya tuh dia aja duluan" sementara ia tetap melanjutkan menonton televisi karena memang malas mandi. Jadi agar si anak tidak terlanjur menjawab "Nggak" sebaiknya jangan buat pertanyaan tertutup dan buatlah pertanyaan yang jawabannya seolah-olah berasal dari dirinya serta biarkan anak menang.

Toilet Training
Penggunaan toilet pada anak sebaiknya dilatih sejak dini. Namun, tidak jarang saya temui orang tua yang seakan-akan 'tidak mau repot' menemani anaknya ke toilet atau membawa anaknya ke toilet lalu menyuruh anaknya agar buang air kecil di selokan depan rumah, atau mungkin di balik pohon. Hiiii. Menggunakan toilet memang harus didasarkan pada kesabaran orang tua dalam melakukan pelatihan ini. Adanya kemauan dari orang tua untuk melatih anak merupakan poin besar kesuksesan latihan menggunakan toilet.
Selain itu ada juga faktor psikis si anak agar dia siap menggunakan toilet. Anak tentunya sudah harus bisa mengenali sensasi buang air agar anak tahu kapan ia harus menggunakan toilet. Sensasi buang air kecil akan lebih mudah dikenali karena sering terjadi, tetapi sensasi untuk buang air besar kurang dikenali anak karena waktunya tidak sesering buang air kecil.
Buat pula latihan menggunakan toilet menjadi menyenangkan, misalnya dapat kita temui pispot beraneka warna dan bentuk yang menarik bagi anak-anak sehingga membuat anak betah duduk atau jongkok di atas pispot. Hal ini dapat dilakukan sampai buang air anak selesai, untuk itulah diperlukan kesabaran dan kreativitas orang tua agar anak tidak bosan. Bagi orang tua, berilah cukup waktu untuk perkembangan anak agar tidak terjadi penyesalan kemudian.

Regresi
Regresi merupakan kemunduran yang terjadi pada perkembangan anak. Misalnya pada anak yang sudah tidak pernah mengompol, tiba-tiba anak kembali mengompol. Orang tua jangan langsung memarahi anak atas apa yang ia lakukan. Kondisi regresi ini dapat menjadi tanda terjadinya stres pada anak sehingga anak merasa cemas atas dirinya dan merasa tidak nyaman atau tidak percaya diri atas kemampuan dirinya. Stres pada anak dapat terjadi dan bisa berasal dari lingkungan atau masalah yang ia hadapi.
Untuk mengetahui masalah apa yang terjadi pada anak orang tua dapat menanyakan secara personal pada anak. Tanyakan apakah ada hal yang mengganggu pikirannya atau ada masalah apa yang sedang ia hadapi. Dengan mengetahui masalah yang terjadi pada anak, stres pada anak dapat dihadapi dan perkembangan anak dapat meningkat kembali.

Sekian, sedikit informasi dari kelas Keperawatan Anak I saya semester yang lalu.
Semoga bermanfaat :)

1 comment:

your comment here..