Sunday, December 25, 2022

Writing for Healing

On 2016, I joined online class of Institut Ibu Profesional (IIP). This is some kind of activity for woman, empowering woman. Whether you are a full time mom or working mom, already having child or not yet, or even single one. There was a session when we, as a woman, was encouraged to write. Because by writing, we can leave legacy and share a lot of things. And I found by my last post about my mourning, it could be a way for healing as well.

It was hard at the beginning to write the moments, I even didn't know where to start. But I tried to pull myself together and began to write it down word by word. After I wrote it, it was felt like the burden has lifted, even not all of it yet. But, it was like a little bit relieved. Losing someone you loved was so hard. Moreover you couldn't see them anymore in this world wherever you would go. It was a truly nightmare, especially when this was a mother. Oh gosh, I still couldn't believe that she was gone. Buatku, salah satu yang semakin membuat kehilangan orang yang dicintai terasa menyesakkan adalah, akan ada banyak momen tanpa mereka bersama kita. This was so hurtful.

Akan ada banyak hal yang disesali, kenapa tidak begini kenapa tidak begitu. Seandainya begini, seandainya begitu. Namun, inilah mengapa dalam Islam ada larangan menggunakan kata "seandainya".  Fitrahnya sebagai manusia kita pasti akan ada fase naik dan turun, dan kata seandainya ini pasti pernah sekali terlintas dalam benak kita karena kelemahan kita sebagai manusia. And somehow, larangan ini justru buatku menunjukkan bahwa Allah sangat sayang terhadap hamba-Nya, supaya tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan berusaha menyalahkan diri sendiri. Allah mengajarkan bahwa ada kekuatan yang lebih besar daripada manusia dalam mengatur segala hal yang terjadi di dunia ini.

Ada momen dimana ketika aku berpikir "seandainya" itu datang, mungkin Beliau masih bersama kami. Namun, perasaan yang ada setelahnya adalah penyesalan dan menyalahkan diri sendiri. And then again, Allah telah menetapkan bahwa kematian itu datang tepat pada waktunya, tidak pernah lebih cepat ataupun terlambat karena semua sudah tertulis sebelum seseorang itu lahir ke dunia. Allah benar-benar menjaga setiap hamba-Nya, dalam kesusahan maupun kesedihan. MasyaAllah, maka nikmat Tuhanmu yang mana lagi yang kau dustakan? Allah menghibur dalam setiap langkah dan setiap jatuh.

Tentunya ada banyak hal yang memang belum aku lakukan untuk Ibu, belum menyenangkan hati Ibu. Namun, karena dirinya sudah tidak ada lagi disini ada banyak kesedihan yang sering muncul. Kadang saat melihat cucunya bisa melakukan hal baru aku hanya berkata dalam hati, Ibu pasti akan tertawa melihat ini. Aku pun teringat, the last time she spoke to me and her wish was "Doain Ibu, Wid", so that's all I can do for her now. Besides, doa seorang anak untuk Ibunya adalah amal jariyah yang tidak terputus sebagai teman Ibu di alamnya saat ini. Other than that, I also have read somewhere that keeping relationship to your parents' families and friends, and people that they were so close as well, is also good deeds for them.

Bismillah I hope I can do all of her wishes and make her comfort in her place now. Aamiin.